Salah satu kebiasaan aneh gue (dibandingin sama "orang² normal" lainnya mungkin?) gue jarang ngikutin trend music, cinema atau books. Apa yang lagi gue lihat di rak² toko buku, atau di pajangan toko music/DVD, dan menarik buat gue, bakal gue ambil. Nggak peduli tahun berapa karya² itu keluar, nggak peduli mereka jadi pembicaraan orang banyak dan sukses di mana².. buat gue, kalau summary nya menarik dan sesuai selera gue, nggak akan gue pikir panjang. Jadi kalau orang² di sekeliling kasih komentar, "telat loe, mim..." Hehe, gue nggak peduli. Kenikmatan sepenuhnya ada di diri sendiri.
Sama pas buku "The Virgin Suicides" keluar beberapa tahun yg lalu, gue udah jatuh cinta banget, such a magnificent novel that I never wanted to put it down at that moment. Dulu, gue lebih suka sama suasana di periode tahun 70an, karena selalu mengingatkan gue akan koleksi musik tuanya Papi, koleksi pakaian²nya yang selalu buat gue ngakak, dan semua hal yang ingetin masa centilnya beliau. Selama baca buku itu dulu, konsentrasi gue memang di cerita pokoknya, tapi setelah selesai baca beberapa hari, minggu & bulan kemudian, setiap kali lihat buku itu gue cuma inget bokap. Inget tahun² 70 yang gue suka banget.
Kemarin bareng Yeng kita beli DVDnya. Kenapa gue beli, mungkin karena gue lagi kangen bokap banget. Kenapa adek gue setuju, mungkin karena di cover DVDnya ada lima cewek pirang yg cantik². Selama kita nonton, memang kangen ke Papi jadi berkurang. Tapi gue juga sibuk menghubung²kan antara buku dan filmnya. Seperti di Bridget Jones's Diary, atau Balzac et La Petite Tailleuse Chinoise, atau yg paling rese (karena panjang dan rumit), The Lord of the Rings and many more.. Aneh, gue seperti ketampar nonton film ini. Biarpun versi bukunya jauh lebih bagus, tapi adaptasi ke filmnya nggak kalah menyentuhnya. Dan gue nggak lagi konsentrasi di detail² dekorasi dan setting filmnya lagi, tapi lebih ke karakter dari the Lisbon girls. Yang kehitung secara kasat mata memang ada lima perempuan (empat di 80% cerita), tapi gue ngerasa cuma ada satu karakter. Nggak bisa gue jelasin kenapa.. yg pasti lebih kompleks ketimbang penjelasan "same blood" thing. Gue pengen nangis, tapi kayaknya nggak ada yang perlu ditangisin. Mau terharu, tapi gue nggak ngerti di bagian mana gue bisa terharu? Mau protes, tapi memang jalan ceritanya seperti puzzle yang banyak kehilangan bagian²nya dan lagipula toh gue udah ngerti itu beberapa tahun yang lalu? Cuma adek gue yang geleng² kepala, "Gue bener² nggak ngerti nih film. Seharusnya gue nonton sama Eloise film beginian.. (Eloise: temen prancisnya dia yg sekolah cinématographie di sini).
Gue pengen telfon si aL, pengen kasih tahu: hei, itu gue loh pas umur 13/14 thn. masih inget nggak? Kalau dia nggak ngerti juga kenapa, gue nggak tahu siapa yang bisa ngerti. Mungkin komentar yang gue terima bakal sama & banal : kenapa baru nonton sih, mim..
La brièvete de la vie,
La fragilité des instants heureux,
Les apparences parfois trompeuses, et puis..
La mort.
Inexplicable.
Tout ça me laisse seule avec mes souvenirs et tant d'amour à ne pas partager.
Gue kangen Papi. Kangen aL juga.. dua orang yang biasanya selalu bisa gue ajak diskusi soal hal² di atas.
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire