Apa itu artinya kemenangan pribadi. Kemenangan pribadi adalah saat dimana manusia mampu mengatasi kelemahan hatinya sendiri, mengatasi sentimen, amarah, rasa bosan, putus asa dan tidak percaya diri yang tidak pada tempatnya. Itulah yang seharusnya dinilai sebagai kemenangan pribadi.
Pada saat ada dua sisi di dalam diri manusia yang dipisahkan bukan dengan garis horizontal, vertical ataupun diagonal, tapi juga dengan garis-garis yang nggak seimbang dan nggak mengenal batas, manusia tersebut bisa mati menahan ketidakseimbangan itu tadi. Pada saat yang kiri menangis dan yang kanan tertawa, di daerah mana kita bisa menemukan pikiran dan pemahaman yang paling objektif ttg jasmani dan rohani kita sendiri? oh mungkin ada yang namanya daerah kirkan, atau rinan yang adalah gabungan dari dua kata itu tadi. Tapi sebesar apa daerah paling aman itu. Sekuat apa daerah itu untuk menanggung diri sendiri pada saat yang hitam, gelap dan kusam mengambil bagian paling besar dari dirinya?
Ah aku ngomong apa sih..
Padahal hanya ingin nulis betapa diberkatinya gue dan adek gue dua hari belakangan ini. Semuanya juga tahu kalau kita lagi kesulitan uang beberapa saat belakangan ini. Kalau sampai pada titik di mana gue mengeluh di sini soal financial situation gue, itu artinya memang kita berdua lagi prihatin. Tapi ada kejadian yang diluar kebiasaan, yah itu tadi. Ada banyak berkat, banyak manna dan banyak anggur yang Tuhan beri lewat banyak tangan disekeliling kita. Begitu banyaknya sampai kita punya keyakinan kalau ini semua dihabiskan hanya oleh kita berdua, perut bisa meledak sampai Hongkong. Gue bahagia banget, sebahagia adek gue yang nggak berhenti teriak "Halelujah!!" dengan gaya kocaknya.. dan ingin bisa dibagi dengan orang lain.
Sate ayam, sosis ayam, ikan goreng, ayam goreng, mie goreng, nasi kuning, bihun, tempe, salad buah, mie goreng berbungkus-bungkus, sambal-sambal botol, krupuk aneka warna.. Bisa dibayangkan semua itu dikasih sama teman-teman orangtua kita di Paris sini? Bisa dibayangkan sepenuh apa kulkas dan rak di dapur kita? Oh ya, belum lagi rendang dari Mami sendiri! Memang semuanya nggak bisa disulap untuk mengatasi keadaan keuangan kita, tapi... bahagia dan terharu atas perhatian-perhatian semacam ini jauh lebih besar daripada ketika Euros sedang banyak-banyaknya mengisi bank account masing-masing.
Apa sih uang itu, Mom, Dad? God? Karena ini yang aku pahami...
Uang sama halnya dengan benda-benda fisik lainnya. Sama halnya dengan semua hal yang bisa dikategorikan dalam kepuasan materialistik. Kekuasaan dan kedudukkan bisa pula kita masukkin di kategori ini, hanya levelnya agak lebih tinggi atau mungkin lebih rendah? Yang jelas, semua itu membentuk satu harapan di kehidupan manusia, biasa dipanggil.. pengharapan manusia, yah as simple as it is. Pengharapan manusia itu kuat kaitannya dengan suasana hati manusia itu sendiri. Pada saat kepuasan menurun, suasana hatipun menurun. Pada saat kepuasan materi melonjak naik, suasana hatipun bisa melambung sampai di titik di mana manusia sudah hampir nggak bisa merasakan rasa puasnya itu sendiri. Apa ini harus disalahkan? Nggak juga! Karena manusia di dalam hidupnya perlu yang namanya pengharapan itu tadi. Karena tanpa pengharapan, hidup kurang ada artinya, kurang ada gairahnya, kurang ada gregetnya, kata orang-orang Jawa.. Hanya, bagaimana dan kepada siapa dia menaruh harapannya itu. Dasarnya kuat apa nggak. Sandarannya solid apa nggak.
Ok, orang tua dan pendeta-pendeta saya selalu bilang, pengharapan itu harus mempunyai tujuan final yang pasti. Yang abadi. Pengharapan itu harus kembali kepada panggilan yang pasti, kepada sumber yang abadi yaitu Tuhan. Hmm.. gue belum bisa memahami sedalam yang mereka inginkan gue pahami. Yang paling gue pahami adalah yang satu ini.. pengharapan itu baru menjadi pengharapan kita ketika melewati masa-masa yang sulit. Dan pengharapan yang menghindar dari kesulitan itu hal yang keliru.
Ah nggak usah deh mikir sampai itu keliru atau nggak. Yang gue alami selama enam tahun terakhir ini misalnya, kehilangan sahabat-sahabat, merasakan apa yang namanya itu sendiri di Besançon, kesulitan dan pelecehan oleh dosen di kampus, kecelakaan dan intensive therapy berbulan-bulan, kehilangan orang-orang tersayang, kegagalan demi kegagalan.. itu semua sulit bukan? Dan HU'UH, mana mungkin itu semua mau gue hindari??? Nggak bisa! Nggak ada kesempatan! Tapi di situ gue benar-benar melihat apa yang namanya terang dari pengharapan pada saat ruangan gelap. Lalu gue melihat.. di sinilah saatnya gue berharap pada sesuatu yang melewati batas akal manusia, sesuatu yang abadi, yang kekal. Dan di sini iman gue ditumbuhkan pada saat gue sendiri nggak sadar kalau itu sedang ditumbuhkan oleh Yang Maha Kuasa. Di sini dia bantu kita menerobos lewat apa yang kita tidak bisa lihat.. apa yang kita tidak dapat pegang lagi..
Pada saat-saat sulit seperti sekarang ini di mana begitu banyak orang menaruh beban dan pengharapan di atas gue, di mana begitu banyak yang dituntut baik yang gue terima dengan senang hati dan yang gue terima dengan berat hati, di antara tanggung jawab akan satu dua orang, di antara ketidakpastian akan masa depan bila dihitung oleh tangan dan otak manusia, di antara kesulitan, kebosanan, dan kemarahan diri sendiri.. gue sadar gue mulai diuji lagi. Yang namanya iman kristen sedang diuji lagi, apakah ia akan bertumbuh atau merosot?
Diuji karena ada dua hal di dunia ini yang paling significant yang sedang merasuk di dalam kehidupan gue belakangan ini. Menghantui sampai hati gue merintih kesakitan karena nggak kuat lagi. Dua hal yang paling tidak akan pernah hilang di muka bumi ini.. yang paling tidak akan merosot.. yang paling akan menjadi penyakit menghancurkan : humanisme & uang. Manusia yang mementingkan diri sendiri? Oh bisa aja, gue menjadi manusia itu dengan menadahkan tangan gue ke orangtua saat ini tanpa harus memperdulikan kesulitan-kesulitan yang mereka juga sedang hadapi. Inilah gue mencintai kepentingan diri sendiri.
Uang? Gue bisa menjadi manusia materialistik yang mencintai uang. Ada banyak jalan yang haram (lazim dikatakan.red), menjual diri, menjual prinsip, menjual azas, mendagangkan apa yang dapat didagangkan secara fisik. Menjual kemuliaan gue sebagai anak kristen yang dipilih dan dijaga oleh Allah. Dan kalau gue menaruh harapan gue akan dua hal di atas, gue bisa diberi award menjadi manusia-manusia pengikut kebobrokan dunia ini dan meninggalkan komunitas anak-anak Tuhan yang justru membaik di tengah-tengahnya.
Pada saat gue menulis dan memahami akan hal ini, ada kekhawatiran yang hilang pelan-pelan. Uang tidak boleh menjadi satu hal penentu dari suasana hati gue saat ini. Tidak akan. Karena gue punya sumber pengharapan yang abadi, yang kekal, yang sudah bangkit dari kematian.. Jesus Christ, The Son of God. Jadi jangan bersedih lagi yah, adikku sayang. Walaupun kita nggak bisa nonton di bioskop dulu, walaupun kita belum bisa belanja pakaian musim dingin saat ini, yang penting makanan tetap Tuhan beri, kakak masih bisa bersukacita mengajar dan belajar tentang Dia di sekolah minggu, kamu masih bisa meneruskan impian kamu belajar bahasa prancis, kita masih bisa ketawa ketiwi di appartemen yang selalu dibayar sewanya tepat waktu dan selalu hangat saat udara mulai dingin (masih ingat Isabelle yang luntang lantung mencari tempat tinggal beberapa bulan belakangan ini?). Dan yah itu tadi... kita masih menjadi orang kristen, yang diajarkan untuk punya pengharapan. Kamu lihat, tidak ada nilai yang tersisa dari uang itu tadi...
Bangsa Israel pernah mengeluh ketika air tidak Tuhan berikan kepada mereka. Ada rasa tidak percaya kepada Allah-nya yang membawa mereka keluar dari perbudakkan oleh bangsa Mesir dan menjanjikan tanah perjanjian. Tapi sejarahpun memperlihatkan kesetiaan mereka akan Tuhan-nya itu karena tidak pernah ada yang menjadi sia-sia di dalam kesetiaan itu. Kita pun akan menjadi sejarah itu dengan berharap kepada Dia.
God, please hear our prayers..
Aucun commentaire:
Enregistrer un commentaire